Makassar International Writers Festival
  • HOME
  • ABOUT
    • Festival Team
  • EVENTS
    • 2021 – Anthropause
    • 2022 – Awakening
  • SPEAKERS
    • Speakers 2021
    • Speakers 2022
  • MEDIA
    • Gallery
  • FAQ’s
  • SUPPORT
  • DONATE NOW
Makassar International Writers Festival
  • HOME
  • ABOUT
    • Festival Team
  • EVENTS
    • 2021 – Anthropause
    • 2022 – Awakening
  • SPEAKERS
    • Speakers 2021
    • Speakers 2022
  • MEDIA
    • Gallery
  • Search

Mengakses Duka Perempuan dari Suara-suara Penulis Perempuan

Homepage News Mengakses Duka Perempuan dari Suara-suara Penulis Perempuan
News

Mengakses Duka Perempuan dari Suara-suara Penulis Perempuan

March 8, 2021
By makassarwriters
0 Comment
19564 Views

Oleh Erni Aladjai

Saya punya trauma yang belum sembuh hingga hari ini akan kekerasan terhadap perempuan baik di dalam rumah sendiri maupun di luar rumah—di dalam masyarakat, baik yang dialami ibu saya, adik perempuan saya, maupun saya sendiri. Perempuan terus mengalami kekerasan dari masyarakat, laki-laki dan dari perempuan itu sendiri. Mulai dari kata-kata, hingga tindakan yang melukai jiwa perempuan, contoh kecil dalam realitas sehari-hari; masih ada ibu yang di rumah, menghakimi ibu yang bekerja di ruang publik. Ibu yang bekerja di ruang publik tak sedikit pula yang meremehkan keputusan seorang ibu yang mengurus keluarga di rumah—karena ketiadaan privilese mengakses asisten rumah tangga misalnya atau karena ia memang mengambil keputusan yang demikian. Padahal dari titik mana kita berpijak, kita tetap berjuang. Yang di rumah bisa berjuang agar kelak nilai-nilai patriarki tak diteruskan anak-anaknya, yang di ruang publik berjuang mendukung perempuan dalam keputusan-keputusan.
Dari kekerasan yang melukai jiwa hingga kekerasan yang melukai tubuh, hal-hal ini terus berputar-putar, tetapi selalu ada harapan, sebab kita masih terus bersuara.
Sampai hari ini saya sulit melepaskan diri dari tidak menulis tema-tema kekerasan domestik, ini sebagai upaya pelan pelan melepaskan kemarahan, ketegangan, kecemasan, dan ketidakpercayaan di dalam diri sendiri. Dengan menulis perkara perempuan apa adanya, pelan-pelan saya melepaskan peristiwa yang pernah membelenggu saya; pelaku kekerasan acapkali menggunakan benda-benda tajam sebagai alat kekerasan dan kata-kata yang melukai jiwa.
Tiga belas tahun silam, adik perempuan saya dalam keadaan hamil dua bulan, mengalami kekerasan oleh suaminya, lalu adik memutuskan bercerai, merawat anaknya seorang diri tanpa dukungan dari mantan suaminya, hingga sekarang keponakan saya sudah kelas 1 SMP, ia pandai menggambar dan saban sore menjajakan kue buatan ibunya keliling desa.
Pada hari-hari kita mendapat ujian korona, ibu saya meninggalkan rumah, kepada saya di telepon, ibu berkabar, bahwa dia sudah tidak bersama bapak. Saya sebagai perempuan, mendukung keputusannya. Tetapi saya tidak akan mencurahkan apa-apa yang menjadi belenggu kekerasan yang saya alami sejak kecil—di luar sana banyak perkara-perkara berat yang menimpa kaum perempuan, umat manusia, alam dan mahluk-mahluk lainnya. Di hari perempuan sedunia ini dengan duka masih di sisi kita—korona dan bencana, mari kita menguatkan pegangan tangan antara sesama, bahwa kita tak berjuang sendiri, kita terus menyuarakan keresahan pada apa-apa yang kita bisa. Tragedi terhadap perempuan dan apa pun harus dikabarkan, agar strategi bisa dipikirkan bersama dan kita terus belajar untuk tidak saling menyakiti.
Pada Delapan Maret ini, barangkali kita bisa mengakses duka perempuan di dalam karya-karya sejumlah penulis perempuan Indonesia berikut, pilih mana yang ingin kita akses:

  1. Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam karya Dian Purnomo
  2. Isinga karya Dorothea Rosa Herliany
  3. Damar Kambang karya Muna Masyari
  4. Mengapa Tuhan Menciptakan Kucing Hitam karya Sasti Gotama
  5. Tank Merah Muda karya Raisa Kamila dkk
  6. Wajah Sebuah Vagina karya Naning Pranoto
  7. Mei Merah 1998 karya Naning Pranoto
  8. Jalan Panjang Menuju Pulang karya Pipiet Senja
  9. Tempurung karya Oka Rusmini
  10. Ayahmu Bulan, Engkau Matahari karya Lily Yulianti Farid
  11. Bagaimana Cara Mengatakan Tidak? karya Raisa Kamila.
  12. Kerang Memanggil Angin karya Deasy Tirayoh
  13. Ketika Saatnya karya Darmawati Majid
  14. Waktu untuk Tidak Menikah karya Amanatia Junda
  15. Gambar Kesunyian di Jendela karya Shinta Febriany.
  16. Mawar Hitam tanpa Akar karya Aprila Wayar
  17. Siri’ karya Asmayani Kuswarini
  18. Perempuan Tanpa Nama karya Kadek Sonia Piscayanti
  19. Suara Tepi Hati, Catatan Kecil 9 Perempuan, Mahima Institute.
    Barangkali sebagian besar suara-suara di atas, kita sudah mengaksesnya, jika ada yang belum, kita sama-sama membaca mereka, di luar sana, banyak suara-suara perempuan yang perlu kita cari dan akses—sebab tak semua diantara kita punya kemewahan bersuara, adapun saya dengan rasa sungkan, ingin mengenalkan suara saya dalam novel ‘Haniyah dan Ala di Rumah Teteruga,’novel yang saya tulis dengan tokoh ibu tunggal, sebab adakalanya saya merasa tidak tahu cara menulis tokoh bapak yang semestinya, meskipun dalam kehidupan nyata, saya menyayangi bapak saya, beliau sudah melalui banyak kesulitan hidup sejak masih kanak-kanak tanpa kehangatan orang tua dan kami sudah berupaya saling mendukung di antara kami. Lingkaran kekerasan nyata adanya, saya dan keluarga adalah penyintas, kita semua adalah penyintas untuk perkara-perkara yang mendera kita sebagai manusia, bogzarad niz een—ini pun akan berlalu, duka akan berlalu, bahagia juga akan berlalu, semoga kita tetap hangat dan tetap bertahan. Selamat hari Perempuan Sedunia.

Previous Story
Buku Program MIWF 2019
Next Story
MIWF 2021: Anthropause

Related Articles

MIWF 2023 Hadirkan ‘Faith’ sebagai Semangat Kolektif

Makassar International Writers Festival (MIWF) kembali digelar tanggal 8-11 Juni...

5 Emerging Writers Terpilih di MIWF 2023

Selamat kepada 5 Emerging Writers #MIWF2023 terpilih yang akan mengikuti...

Recent Post

  • Mengakses Duka Perempuan dari Suara-suara Penulis Perempuan Monday, 8, Mar
  • MIWF Memory Project: Japan Through the Eyes of a MONKEY Monday, 14, Dec
  • MIWF 2023 Hadirkan ‘Faith’ sebagai Semangat Kolektif Saturday, 13, May
  • 5 Emerging Writers Terpilih di MIWF 2023 Friday, 12, May
  • Call for Proposal #BakuBantu Inisiatif Dana Bergulir untuk Penulis Indonesia Timur – Batch 2 Saturday, 18, Feb
  • Film Animasi Karya Animator Makassar Akan Premiere di Australia Saturday, 26, Nov
  • Suarakan Keadaan Sekitar Melalui Sastra dan Musik Wednesday, 20, Jul

Recent Comments

    Contact Info

    Makassar International Writers Festival is a part of Rumata Art Space Jl. Bontonompo No.12A, Gn. Sari, Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221
    Contact Us

    makassarwritersfestival@gmail.com

    Copyright ©2020 MIWF 2020. All Rights Reserved
    SearchPostsLogin
    Monday, 8, Mar
    Mengakses Duka Perempuan dari Suara-suara Penulis Perempuan
    Monday, 14, Dec
    MIWF Memory Project: Japan Through the Eyes of a MONKEY
    Saturday, 13, May
    MIWF 2023 Hadirkan ‘Faith’ sebagai Semangat Kolektif
    Friday, 12, May
    5 Emerging Writers Terpilih di MIWF 2023
    Saturday, 18, Feb
    Call for Proposal #BakuBantu Inisiatif Dana Bergulir untuk Penulis Indonesia Timur – Batch 2
    Saturday, 26, Nov
    Film Animasi Karya Animator Makassar Akan Premiere di Australia
    Wednesday, 20, Jul
    Suarakan Keadaan Sekitar Melalui Sastra dan Musik
    Friday, 24, Jun
    Proses Penyembuhan Trauma Dibahas di MIWF 2022        

    Welcome back,