MAKASSAR – Hari terakhir Makassar International Writers Festival (MIWF) 2024 menghadirkan program Peluncuran dan Diskusi Antologi Cerpen dan Puisi Bacapetra 2024 yang berlokasi di Chapel, Benteng Fort Rotterdam pada Minggu (26/5/24) sore.
Program yang dimulai pada pukul 16.00 WITA ini menjadikan Theoresia Rumthe, AN Wibisana, Udiarti, dan Julia F.G. Arungan sebagai pembicara serta Maria Pankratia sebagai pemandu acara.
Program yang akan berlangsung selama dua jam ini mendapatkan antusias dari berbagai kalangan yang terlihat dari sejumlah pengunjung yang hadir di tempat.
Maria memulai program dengan memperkenalkan bacapetra.co sebagai platform online yang memuat berbagai karya sastra dari para penulis – penulis yang memungkinkan dirinya mengirimkan tulisan.
Berdasarkan penjelasan Maria, peluncuran Antologi cerpen “Pelajaran Menyetir” yang berisi 20 cerpen terpilih dan Antologi puisi “Sekelabatan Memori Patah Hati” yang juga berisi 20 puisi terpilih ini belum dilakukan secara resmi dan belum tersebar di toko manapun.
Maka dari itu, pada momen ini dilakukan penyerahan simbolik dari pihak bacapetra.co kepada penerbit Gramedia Pustaka Utama.
Diskusi panel kemudian menjadi puncak acara, yang mana para penulis dan kurator berbagi pengalaman dan pemikiran mereka terkait karya-karya yang telah dihasilkan.
Udiarti sebagai salah satu penulis Antologi cerpen memberikan alasannya dalam memilih bacapetra sebagai tempat mempercayakan karyanya. Ia mengakui bacapetra menjadi salah satu platform menarik yang bisa memuat banyak karya sastra.
“Di bacapetra ada tulisan fiksi, esai, ulasan buku, ada terjemahan. Saya tahu bacapetra itu sebagai ruang alternatif sastra bagi penikmatnya yang bisa menampung itu semua. Saya berani kirim tulisan saya dan bisa dimuat,” terangnya.
Penjelasan lain datang dari salah satu penulis Antologi puisi, Julia yang melihat bacapetra berawal dari kualitas karya, sehingga memutuskan mengirimkan tulisamnya ke platform tersebut.
“Awalnya sudah baca banyak tulisan bacapetra. Saya merasa itu sudah dikurasi dengan rapi dan tidak serampangan. Semakin baca saya menikmati dan karya saya bisa ada di sana,” tuturnya.
“Saya kirim cerpen, awalnya ditolak dua kali. Cerpen ditolak, puisi bertindak. Puisi dikirim dan bisa dimuat,” lanjut Julia.
Tidak hanya itu, proses kreatif kedua antologi ini turut menjadi pembahasan sebagaimana yang dituturkan Wibisana sebagai juri sekaligus redaktur bacapetra.
“Saya berpikir jika ada digital kenapa karya bacapetra gak ada dalam bentuk cetak. Para juri mengumpulkan dalam waktu yg cukup panjang, memilih dan kurasi karya sangat susah. Ini kesempatan sebagai perayaan 5 tahun bacapetra.co,” serunya.
Berbeda dari Wibisana, Theoresi sebagai kurator melihat prosesnya dari sisi lain. Ia memilih untuk merangkul penulis yang belum memiliki buku saja.
“Tidak hanya yang terkenal, tetapi memberi ruang bagi yang lain. Misal suara-suara kampung, bagaimana teman-teman hidup dan juga mengalami yang bukan kota. Mendalami menulis itu dan memberikan perspektif atau pengalaman untuk pembaca yang tidak pernah merasakan kampung,” jelasnya.
Tak hanya penulis yang belum terkenal, Theoresia juga berusaha menggaet para perempuan.
“Kurator bertanggungjawab memberikan kesempatan atau pintu bagi penulis perempuan dan memang patut dipertimbangkan, tetapi tetap memperhatikan apa yang ditulis dalam karya-karyanya,” tutupnya.
Penulis: Nur Septiani A