Makassar International Writers Festival
  • HOME
  • ABOUT
    • Festival Team
  • EVENTS
    • 2021 – Anthropause
    • 2022 – Awakening
  • SPEAKERS
    • Speakers 2021
    • Speakers 2022
  • MEDIA
    • Gallery
  • FAQ’s
  • SUPPORT
  • DONATE NOW
Makassar International Writers Festival
  • HOME
  • ABOUT
    • Festival Team
  • EVENTS
    • 2021 – Anthropause
    • 2022 – Awakening
  • SPEAKERS
    • Speakers 2021
    • Speakers 2022
  • MEDIA
    • Gallery
  • Search

Indonesia Tetap Rumah Bagi Penulis Expatriate

Homepage MIWF 2019 Indonesia Tetap Rumah Bagi Penulis Expatriate
MIWF 2019

Indonesia Tetap Rumah Bagi Penulis Expatriate

July 7, 2019
By makassarwriters
0 Comment
428 Views

“Menulis ini salah satu kontribusi yang bisa saya berikan.”

“Apa sih kontribusi yang bisa saya berikan ke negara saya, Indonesia, saat berada diluar negeri?” Pertanyaan ini selalu menghantui Intan Paramaditha salah satu penulis yang dijuluki Expatriate Writers. Penulis yang baru saja mengeluarkan buku berjudul “Gentayangan” ini telah menjalani kehidupannya di luar negeri berpindah-pindah dari San Diego, Amsterdam, New York, yang akhirnya memilih menetap di Sydney, Australia.

Expatriate, dalam kamus bahasa Inggris Oxford merujuk pada orang yang tinggal di negara kelahiran atau asalnya tanpa merinci latar belakang rasnya. Selain Intan, Clarissa Gunawan, dan Nuril Basri adalah penulis yang juga mendapat julukan Expatriate Writers. Ketiganya berbagi di Makassar International Writers Festival (MIWF) dalam program bertajuk Far From Home: Stories of Indonesian Expatriate Writers, yang berlangsung di Ruang I La Galigo, Fort Rotterdam, Makassar, Kamis, 27 Juni 2019.

Selain berprofesi sebagai penulis fiksi, Intan juga mengajar setelah menyelesaikan gelar doktoralnya di Universitas New York. Ia mengawali sesinya dengan pertanyaan pendek, namun berhasil memantik pikiran peserta yang hadir di Ruang I La Galigo. Intan juga menyampaikan kritiknya tentang perkembangan pengetahuan di Dunia yang semakin luas, namun ironinya karena cara berpikir manusia semakin sempit. Pemaparan Intan mengundang sorak tepuk tangan dari para peserta yang memenuhi ruangan.

Berbeda dengan Intan, Clarissa memutuskan menetap di Singapura. Tekanan hidup yang cukup berat terutama dari segi finansial selama residensi di Singapura membuat Risa, begitu ia akrab disapa, memutuskan untuk menulis. Baginya liburan paling asyik adalah membaca, dan hobi paling murah adalah menulis.

Hingga akhirnya, ketekunan perempuan asal Surabaya ini untuk menulis, membuat dia meninggalkan gaya hidup mewah dan hura-hura ala anak muda perkotaan. Risa memulai karir kepenulisannya dengan sebuah buku berjudul “Rianbird”, buku yang menjadi rekomendasi situs The Asian Writers sebagai salah satu buku yang wajib dibaca ditahun 2018. Ia berhasil menerbitkan karyanya di Amerika, Singapura, dan telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.

Tulisan-tulisan Intan sendiri sering kali menyisipkan topik gender, seksualitas, budaya, dan politik. Terkait bukunya “Gentayangan”, kata Intan, hanya sebuah metafora, bukan berarti arwah yang tidak tenang, tetapi suatu kondisi “in between”, perasaan berada ditengah-tengah, yang pasti dialami oleh para manusia yang bergerak di muka bumi ini. Bernaung tapi tak berumah, seperti manusia yang memiliki hasrat akan sesuatu, namun tak ingin meninggalkan rumah.

Diskusi yang dipandu tim Gramedia Pustaka Utama selanjutnya memberikan kesempatan kepada Nuril Basri untuk berbagi cerita, mengingat Lelaki kelahiran Tangerang ini bisa dibilang memiliki pengalaman kerja yang luar biasa unik. Sejak kecil ia telah bekerja sebagai penjaga warnet, pekerja gudang bengkel, kasir minimarket,  guru privat, sales,  hingga manager sekretaris di kedutaan Korea dan masih banyak lagi pekerjaan yang tak habis dicobanya. Saat ini ia bekerja sebagai seorang pelayan restoran di darat dan di kapal pesiar.

Pengalamannya yang beragam ini mengantarkan Nuril untuk bisa menciptakan eksperimen dalam genre dan tema tulisannya. Beberapa bukunya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Malaysia seperti Love Lies and Indomiee, Not A Virgin, dan Rasa.

Moderator kembali mengambil alih acara setelah sesi perkenalan yang kemudian dilanjutkan dengan beberapa pertanyaan yang dijawab bergantian oleh para expatriate writers ini. Dalam sesi ini, para pengunjung diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada para narasumber, yang ternyata mendapat apresiasi dari Gramedia Pustaka Utama berupa pemberian goodie bag bagi tiga orang yang mengajukan pertanyaan.

Moderator kemudian mempersilahkan seorang wanita yang terlihat sangat bersemangat, saat diberi kesempatan memegang mic untuk menyampaikan pertanyaannya. “Apakah menjadi seorang expatriate writers memberikan pengaruh terhadap rasa nasionalisme yang dimiliki ?”

Secara bergantian, para narasumber dipersilahkan untuk memberikan tanggapannya.

“Sebenarnya pertanyaan yang harus diajukan bukan seperti ini, kita yang hidup diluar dengan tetap menyandang kewarganegaraan Indonesia didiri kita harusnya mempertanyakan kontribusi apa yang bisa kita berikan saat tidak berada di wilayah negara kita? Nah, menulis ini salah satu kontribusi yang bisa saya berikan dengan tentunya tetap memperhatikan dan mengangkat kondisi lingkungan tempat saya tinggal sebagai bagian dari tulisan”, ucap Intan.

“Sejauh apapun saya, rumahku Indonesia. Dimanapun kita berada itu bukan perihal ruang (space), ini tentang senses of belonging, dimana hati kita berada”, kata Clarissa dengan penuh keyakinan. “Dimanapun saya tinggal, itu tidak akan mempengaruhi apa yang saya tulis”, ungkap Nuril menutup sesi tanya jawab tersebut.

Ternyata menjadi seorang penulis expatriate, jauh dari rumah, tidak menjadi penghalang untuk berkarya. (*)

Syarifah F. Yasmin


Previous Story
Pertukaran Seniman Makassar-Australia, Rumata’ Art Space Gelar Pameran
Next Story
MIWF Mini, PasarBaik Hadirkan Pasar Edukatif dan Minim Sampah

Related Articles

Buku Program MIWF 2019

Dapatkan berbagai informasi mengenai program dan penulis yang berpartisipasi di...

Resensi Buku - Titik Krisis di Sulawesi

"Berjuang itu ujungnya bukan di penjara, tapi jalan terus. Kalau...

Recent Post

  • Mengakses Duka Perempuan dari Suara-suara Penulis Perempuan Monday, 8, Mar
  • MIWF Memory Project: Japan Through the Eyes of a MONKEY Monday, 14, Dec
  • Film Animasi Karya Animator Makassar Akan Premiere di Australia Saturday, 26, Nov
  • Suarakan Keadaan Sekitar Melalui Sastra dan Musik Wednesday, 20, Jul
  • Proses Penyembuhan Trauma Dibahas di MIWF 2022         Friday, 24, Jun
  • Seperti Buku, Skenario Film Harus Dibahas Tuntas Friday, 24, Jun
  • Kisah Penerjemahan Karya Sastra di Masa Pandemi Friday, 24, Jun

Recent Comments

    Contact Info

    Makassar International Writers Festival is a part of Rumata Art Space Jl. Bontonompo No.12A, Gn. Sari, Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221
    Contact Us

    makassarwritersfestival@gmail.com

    Copyright ©2020 MIWF 2020. All Rights Reserved
    SearchPostsLogin
    Monday, 8, Mar
    Mengakses Duka Perempuan dari Suara-suara Penulis Perempuan
    Monday, 14, Dec
    MIWF Memory Project: Japan Through the Eyes of a MONKEY
    Saturday, 26, Nov
    Film Animasi Karya Animator Makassar Akan Premiere di Australia
    Wednesday, 20, Jul
    Suarakan Keadaan Sekitar Melalui Sastra dan Musik
    Friday, 24, Jun
    Proses Penyembuhan Trauma Dibahas di MIWF 2022        
    Friday, 24, Jun
    Seperti Buku, Skenario Film Harus Dibahas Tuntas
    Friday, 24, Jun
    Kisah Penerjemahan Karya Sastra di Masa Pandemi
    Thursday, 23, Jun
    MIWF 2022, Diskusi dan Peluncuran Buku Meneropong Manusia Sulawesi

    Welcome back,