Rumata’ Art Space menggelar pameran hasil program pertukaran seniman, tentang sejarah hubungan Australia-Makassar. Program tersebut adalah kerja sama antara Rumata’ Art Space dengan Universitas Melbourne, Australia, yang didukungan oleh Australia Indonesia Centre.
“Ini sekaligus merayakan hubungan sejarah para penangkap Teripang dari Makassar dengan Suku Yolngu dari Arnhem Land, Australia Utara, melalui pertukaran seniman,” ungkap Koordinator Indonesia Dr. Lily Yulianti Farid.
Lily yang juga Direktur Makassar International Writers Festival (MIWF) ini menyebutkan, dari pihak Australia sendiri dikoordinatori oleh Prof Richard Frankland sebagai bentuk keseriusan dukungan. Dengan adanya pameran tersebut, lanjut Lily, menjadi bukti bahwa karya seni dapat menghubungkan ke-dua negara dan generasi baru dari ke-dua wilayah.
Pertukaran ini sendiri, kata Lily, telah dilakukan sejak Nesember 2018 dan sekarang pihaknya mengadakan pameran yang digelar di Rumata’ Art Space Jalan Bontonompo No 12A, Gunung Sari, Tamalate, Makassar, Sulawesi Selatan, digelar pada 30 Juni-13 Juli 2019, setiap pukul 10.00 hingga 17.00 Wita.
Terkait seniman dari Makassar yang ikut dalam program tersebut yakni Adi Gunawan, Muhammad Rais, dan Nurabdiansyah. Sementara dari Yirrkala yakni Timmy “Djawa” Burrarwanga, Barayuwa Manungurr, Arian Pearson, dan Ishmael Marika.
Program ini mengajak seniman baik dari Makassar dan Australia untuk bertukar ide dan juga hasil karyanya. Salah satu sejarah yang dimaksud adalah di bidang bahari, dimana para pelaut asal Makassar seringkali berlayar hingga ke Pantai Bawaka, Australia untuk mencari Teripang, sekitar abad ke-XVI.
Salah satu seniman program tersebut, Nurabdiansyah mengatakan, karyanya ini terinspirasi oleh perjalanan program pertukaran seniman tersebut yang dilakukan bersama rekan-rekannya ke Yirrkala (Australia) dan sebaliknya.
“Dari saling mengunjungi tersebut, lahirlah ide yang dituangkan ke dalam karya seni, yang saat ini ditampilkan di Rumata’ Art Space. Kami berkarya dengan menelusuri jejak nenek moyang yang pernah berlabuh di Yirrkala, termasuk di Galesong, Rammang-rammang (Sulsel),” ungkap Abi-sapaan akrab Nurabdiansyah.
Abi sendiri menampilkan karya instalasi visual berjudul A Boat and A Seagull. Pada visualnya, sebuah perahu tua, tampa dipajang dalam kondisi setengah tenggelam, sementara video di depannya adalah Pantai Bawaka dengan seekor Burung Camar yang hinggap di atas batu, diiringi instrumen dari Arian Pearson seniman asal Yirrkala.
“Karya seni dari Makassar berbentuk seni rupa Visual, sementara dari Yirrkala musik dan Lukisan,” jelas Abi.
Abi menyebutkan, dirinya sangat berharap dengan pameran ini sejarah tentang pelayaran Makassar ke Yirrkala akan terus dibicarakan. Apalagi, sejarah Makassar dengan Suku Aborigin khusunya di Yirrkala memang belum banyak yang tahu oleh masyarakat Indonesia terutama Makassar. Namun, orang-orang Yirrkala sangat tahu tentang sejarah ini, sehingga saat kunjungan ke Yirrkala pada November 2018 lalu, mereka disambut dengan baik, seperti saudara yang lama tidak bertemu.
“Kita punya relasi yang erat dengan Yirrkala, seperti saudara. Ada beberapa momen mereka sangat terharu menyambut kami waktu itu,” pungkas Abi.
Beberapa hasil karya seniman Makassar dan Yirrkala yang dipamerkan berupa tembikar berbentuk berbagai macam peralatan masak memasak orang Makassar dan teripang. Tembikar tersebut lalu dikirim ke Yirrkala dan dilukis oleh seniman di sana, kemudian dikirim kembali ke Makassar untuk dipamerkan.
Info lebih lanjut:
Amy: Koordinator Media Relation
www.makassarwriters.com
Facebook : MIWF2018
Instagram/Twitter: @makassarwriters
#miwf2019 #junikemakassar
#menujumiwf2020