Kisah Penerjemahan Karya Sastra di Masa Pandemi

MAKASSAR – Makassar International Writers Festival (MIWF) 2022, mengangkat salah satu program Penerjemahan Karya Sastra di Masa Pandemi: Kisah dari Malaysia, China, Jepang dan Indonesia, digelar pada hari ke-2.

Program ini menghadirkan Ronny Agustinus, Agustinus Wibowo, Julia Anne dan Andry Setiawan selaku pembicara dan Irmawati sebagai moderator.

Andry sebagai perwakilan dari penerbit Haru yang berfokus menerbitkan karya dari jepang, korea selatan dan Tiongkok mengungkapkan perjalanan penerbit Haru awalnya berdiri untuk menerbitkan karya sendiri atau self publishing namun setelah berjalan beberapa waktu, korea yang saat itu memiliki tingkat minat yang tinggi dari aspek drama hingu musiknya. Namun, novel korea yang terjemahan Indonesia masih sangat sulit ditemukan. Seiring berjalannya waktu, peminat novel terjemahan akhirnya bisa sebanding dengan peminat drama korea.

Ronny pun turut menceritakan tentang penerbit marjin kiri yang berfokus untuk menerjemahkan karya sastra yang bersifat  kritis. Pemilihan karya untuk diterjemahkan yaitu dengan mencari perspektif baru untuk nonfiksi, sedangkan untuk buku fiksi cakupannya lebih luas tetapi tentu saja mencari yang memiliki relevansi sosial dengan kondisi yang terjadi dalam masyarakat.

Julia sendiri menceritakan tentang bagaimana antusiasme pembaca di Malaysia terhadap karya sastra Indonesia. Secara spesifik, Julia menjelaskan bahwa meskipun bahasa Indonesia dan bahasa Melayu masih serumpun, tentunya masih ada banyak kosakata yang perlu untuk diterjemahkan dengan baik agar tidak mengalami kekeliuran dalam penafsiran makna ketika sampai di tangan pembaca.

Secara garis besar, tantangan saat menerjemahkan karya asing dilihat dari kacamata peran penerbit adalah industri penerjemah masih dalam proses perkembangan. Ada banyak orang yang dapat berbicara menggunakan bahasa asing. Namun, tidak sedikit dari mereka yang tetap terkendala saat harus menarasikan dan menerjemahkan suatu karya sastra.

Ada pun tips yang dibagikan untuk menutupi dimensi yang hilang saat menerjemahkan suatu karya, Andry mengutip bahwa “Menerjemahkan bukan mengalihbahasakan tetapi merupakan suatu teknik untuk menyampaikan sense of pleasure.” Setiap orang punya pandangan dan pemikiran masing-masing dalam membaca suatu karya. Ini salah satu tugas penerjemah untuk menyampaikan sense of pleasure agar dapat tersampaikan dengan baik kepada pembaca.

Andry juga mengungkapkan rahasia untuk menciptakan sense of pleasure adalah dengan latihan membaca dan menulis untuk melatih kepekaan kita. Dan juga yang harus diketahui penerjemah tentang penulisnya yaitu mencoba untuk familiar dengan naskah sehingga dapat mengetahui karakteristik gaya kepenulisan sang penulis.

Sesi ini ditutup dengan bagaimana memberikan pemahaman tentang cara persusahaan penerbit untuk bertahan adalah fokus pada jangka panjang untuk bisa terus menerbitkan buku yang bermanfaaat pada pembaca dan pentingnya untuk memiliki business plan. Hal ini untuk menghindari keputusan yang terburu-buru dalam upaya ekspansi perusahaan penerbit menjadi lebih besar. Sebaiknya mengambil langkah yang cermat dan teliti dan berfokus pada tujuan utama untuk menerbitkan buku meskipun dalam jumlah yang sedikit tetapi dapat bertahan lama.

Penulis: Zhafirah Alda Nizaroh

 

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top