MAKASSAR – Festival literasi terbesar di Indonesia Timur, Makassar International Writers Festival (MIWF) 2022, di hari ke-2, menghadirkan salah satu program berjudul Seperti Buku, Skenario Film Harus Dibahas Tuntas.
Agenda ini mengupas penuh bagaimana proses dari penulisan skenario dari Film yang telah menarik perhatian banyak orang, ”Seperti Dendam, Rindu Harus Dibalas Tuntas”. Film ini merupakan adaptasi dari sebuah novel karya Eka Kurniawan.
Maesy Ang yang merupakan penulis dan pengelola post bookshop dan press berbagi sudut pandangnya mengenai novel dan film tersebut. Maesy kemudian mengungkap bahwa awalnya Ia enggan untuk lanjut membaca novelnya karena jalan cerita yang sangat membuatnya kesal lantas latarbelakang cerita yang hipermaskulin.
”Kenapa sih banyak cerita yang harus menggunakan seks untuk menggerakkan ceritanya? Wanita sering digunakan sebagai objek seksual dalam sebuah karya untuk mengembangkan karakter prianya. Pertama baca, saya berhenti di Bab 1, karena saya sudah kesal. Tapi kemudian saya memutuskan untuk melanjutkan novelnya dengan pola pikir yang berbeda” ujar Maesy.
Lebih lanjut lagi, Maesy mengungkapkan bahwa Ia tidak memiliki ekspektasi dalam menonton film tersebut, tetapi Ia tertarik dengan bagaimana Mas Edwin dan timnya akan membuat novel ini ke dalam film.
Disamping itu, Edwin yang merupakan penulis skenario dan sutradara dari Film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas juga mengungkapkan beberapa cerita dibalik penulisan dan pembuatan film tersebut.
Edwin berkata bahwa pengadaptasian film dari sebuah novel tidaklah mudah dan juga membutuhkan dana yang cukup besar. Dibutuhkan sebuah diskusi panjang antara penulis novelnya dengan penulis skenario film.
Dalam pembuatannya, Edwin juga berucap bahwa sensor dan target audience mempengaruhi penulisan skenario ini. Mas Edwin juga menambahkan bahwa ia mencoba bagaimana agar karakter-karakter pada film tersebut dapat bernostalgia ke zaman-zaman sebelumnya, seperti cara berbicaranya.
Satu hal yang menurut Maesy sayangkan adalah adegan brutalnya kurang berkesan karena pada filmnya, usia karakternya lebih tua dari yang dibuku.
”Akan sangat berbeda rasanya kalau karakternya masih muda seperti yang dibuku, akan lebih brutal lagi,” ungkap Maesy.
Acara ini kemudian diakhiri dengan Maesy berbagi impresinya terhadap filmnya. Ia mengungkapkan bahwa film ini jauh lebih menarik dan berbeda rasanya jika hanya membaca di novel. Lebih lanjut lagi, ia berkata bahwa hal menarik dari film tersebut adalah humornya yang sangat lucu.
Penulis: Ariel Capocanonieri