Mencipta Teman untuk Anak

“Menulis buku anak seperti membentuk diri kita kembali, diri yang kita inginkan, dan anak yang kita inginkan.”

Reda Gaudiamo, seorang seniman yang telah berkarya selama 30 tahun dan terkenal melalui karya musikalisasi puisinya bersama Alm. Ari Malibu kembali hadir dalam rangkaian acara Makassar International Writer Festival (MIWF) 2019 hari ketiga. Kali ini, Reda tidak hanya datang sebagai musisi tetapi juga sebagai penulis buku anak.

Sebelumnya, Reda memang lebih banyak menulis novel untuk orang dewasa, namun semenjak ia merilis Na Willa, ia mulai menekuni bidang kepenulisan buku anak. Di MIWF  kali ini, Reda berbagi pengalaman dalam program Workshop: Writing Literature’s Children, di Ruang I La Galigo, Fort Rotterdam, Jumat, 28 Juni 2019.  

Acara yang dimulai sejak pagi dipandu oleh Harnita Rachman, Pustakawan Kedai Buku Jenny. Sebelum membuka sesi Reda, dia membagikan pengalamannya sebagai seorang ibu yang telah membacakan kisah Na Willa kepada kedua anaknya dan mendapat respon yang tak ia sangka. Anaknya mempertanyakan apakah Na Willa itu nyata? Apakah Na Willa bisa menjadi teman saya? Pertanyaan itu membuat perempuan yang akrab disapa Nita ini merasa buku ini berhasil menciptakan teman bagi para pembaca anak.

Sebelum membuka presentasinya, Reda mengajak para peserta untuk bermain game, mengasah otak di pagi hari. Reda mempersilahkan para peserta untuk menyiapkan alat tulis dan menginstruksikan untuk menuliskan apa saja yang ingin dituliskan dalam waktu lima menit.

Seiring waktu, peserta workshop terus berdatangan memenuhi ruang I La Galigo. Tak lupa Reda menyapa para peserta yang baru datang dan langsung mempersilahkan untuk ikut bergabung dan membuat tulisan. Lima menit berlalu, Reda mengajak beberapa peserta untuk membacakan hasil tulisannya.

“Menulis itu seperti berenang, dan menulis buku anak seperti berenang dengan gaya punggung. Kau harus melihat ke belakang, namun tetap memperhatikan jalur agar tetap lurus ke depan. Menulis buku anak menuntut kita untuk memanggil kembali ingatan dan segala emosi masa kecil, namun menuliskannya dengan cara relevan untuk anak saat ini,” jelas Reda.

Suasana workshop terasa begitu hidup dengan berbagai kisah jenaka yang relevan dengan kehidupan masa kecil. Kehidupan masa kecil Reda yang menjadi inspirasinya menuliskan Na Willa. Peserta diberikan kesempatan untuk langsung mengajukan pertanyaan saat workshop sedang berlangsung.

“Cara paling kuat untuk memanggil masa lalu adalah dengan mengingat kekecewaan pertama yang pernah dirasakan,” ungkap Reda dengan pelan dan menekankan pengucapannya pada kata kekecewaan.

Salah satu peserta mengajukan pertanyaan sekaligus mengungkapkan keresahannya ditengah penjelasan Reda.

“Saya sebagai seorang ibu sangat ingin memperkenalkan Indonesia melalui bacaan anak, namun sayangnya buku anak yang saya temukan tidak bisa membuat anak saya tertarik, dan akhirnya mereka lebih mengenal The Little Pony, The Little Mermaid, dan berbagai literatur anak dari luar. Hal apa sih yang menjadi hambatan bagi penulis buku anak di Indonesia ?”

Reda berjalan mendekat menuju kursi penanya, memperjelas usia anak dari penanya. “Sembilan tahun,” jawab penanya.

“Kita sebagai orang tua seringkali lupa bahwa setiap anak butuh masa kecil yang membahagiakan, karena masa kecil dipenuhi oleh hal-hal baru bagi mereka,” ungkap Reda. Menurutnya, anak bukanlah tropi yang dibuat untuk membanggakan orang tuanya. Kita tidak seharusnya membatasi mereka, yang perlu kita lakukan adalah mencipta teman bagi mereka. (*)

Syarifah F. Yasmin

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top