Menghidupkan Umpatan ala Tongkrongan dalam Buku “Selamat Malam, Kawan!”

MAKASSAR – Selamat Malam, Kawan! menjadi salah satu buku puisi yang diluncurkan di Makassar International Writers Festival (MIWF) tahun 2024. Buku yang ditulis oleh Muhaimin Nurrizqy ini memenangkan Sayembara Novel dan Manuskrip Puisi DKJ tahun 2023 yang diseleksi cukup ketat.

Puisi yang ditulis saat pandemi ini menjadi teman yang menenangkan bagi penulisnya. Pembacaan karya termasuk puisi memberi Muhaimin pandangan yang berbeda melalui orang lain.

“Ketika semua lagi hancur, saya menemukan puisi ternyata bisa menjadi obat penenang di kala kondisi lagi tidak stabil,” ungkap pria yang kerap disapa Imin tersebut, dalam acara peluncuran yang berlangsung di Gedung I-4 Benteng Fort Rotterdam, Jumat (24/5/2024).

Imin melakukan riset dan survei kecil-kecilan dalam penulisan manuskrip pertamanya ini. Ia meneliti bahasa umpatan dari segi linguistik dan menemukan banyak konteks penggunaan dan bebas kelas (kata) yang tidak hanya berarti buruk.

Fariq Alfaruqi sebagai tim penerbit sekaligus moderator sesi ini mengungkapkan bahwa buku ini mengandung berbagai kata umpatan yang berbeda dengan puisi mendayu-dayu pada umumnya. Melalui riset  yang telah dilakukan, Imin mencoba bereksperimen di tengah kondisi pandemi terhadap kata makian yang kompleks dan dinamis.

Lebih lanjut, Fariq membacakan salah satu puisi dalam buku tersebut yang berjudul Serahkan kepada Malam. Menurutnya, diksi supir truk membuat puisi tersebut unik dan menarik.

“Seperti kata Imin, kata makian itu ternyata juga punya latar belakang tidak kalah panjangnya dengan kata cinta misalnya sosiolinguistik, neurosains, dan nilai-nilai moral lainnya,” tuturnya.

Selanjutnya, Nissa Rengganis selaku pembedah buku ini mengemukakan hal menarik yang ditemukan selama membaca puisi. Menurutnya, Imin berhasil mengalihwahanakan bahasa tongkrongan menjadi teks puisi.

“Saya menemukan kata makian dalam puisi ini bukan seperti umpatan, tapi makiannya seperti seorang kawan,” imbuh pemilik kolektif Rumah Rengganis tersebut.

Nissa juga menemukan beberapa interteks antar penyair, seperti Saut Situmorang dan Chairil Anwar. Selain itu, ia melihat bahwa Imin mencoba mengangkat persoalan personal menjadi persoalan politik, yang dipandang sebaliknya oleh dewan juri. Nissa memandang kritik sosial menjadi kekuatan yang utuh dalam puisi ini.

Penulis : Andi Tenri Pada

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top