Solidaritas (Sejatinya) Memang Tidak Mengenal Batas Negara

MAKASSAR – Dalam sebuah diskusi yang diadakan baru-baru ini di Benteng Rotterdam Makassar dua pembicara terkemuka membahas pentingnya solidaritas transnasional dalam memperjuangkan keadilan dan kebebasan di era global.

Esther Haluk, seorang aktivis perempuan Papua dan Taomo Zhou, seorang sejarawan dari Singapura.

Berbagi perspektif mereka tentang bagaimana gerakan solidaritas dapat melampaui batas negara dan menyatukan orang-orang dari berbagai latar belakang untuk mencapai tujuan bersama.

Taomo Zhou, Associate Professor Sejarah di Nanyang Technological University, Singapura, menelusuri sejarah singkat Afro-Asian Journalists Association (AAJA), sebuah organisasi transnasional yang didirikan pada tahun 1963 untuk mempromosikan solidaritas dan kerjasama antara negara-negara Asia dan Afrika.

AAJA, meskipun hanya bertahan selama 11 tahun, memainkan peran penting dalam menyatukan jurnalis dan aktivis dari berbagai negara dan memperkuat suara mereka di kancah global.

Taomo menjelaskan bahwa AAJA memiliki visi militan tentang solidaritas Dunia Ketiga, melihat Perang Dingin sebagai kekuatan eksternal yang dapat mengalihkan negara-negara Asia dan Afrika dari jalur pembangunan yang mereka inginkan.

Organisasi ini mempromosikan jurnalisme yang berani dan kritis, dan bekerja untuk memperkuat jaringan informasi dan pertukaran budaya antar negara anggota.

Suara Papua: Memperjuangkan Hak dan Keadilan

Esther Haluk, seorang aktivis perempuan Papua yang terkenal, membawa perspektif yang berbeda namun saling terkait tentang solidaritas transnasional. Dia berbicara tentang perjuangan rakyat Papua untuk kemerdekaan dan keadilan, menyerukan masyarakat Indonesia untuk tidak mengabaikan situasi di Papua di tengah fokus pada isu internasional lainnya seperti Palestina.

Esther menekankan kesamaan antara perjuangan rakyat Papua dan Palestina, yaitu perjuangan untuk hak menentukan nasib sendiri dan pembebasan dari penindasan.

Dia menyerukan solidaritas dari berbagai pihak, termasuk masyarakat Indonesia, untuk membantu menyelesaikan konflik di Papua secara damai dan adil.

Kedua pembicara mengakui bahwa membangun solidaritas transnasional bukanlah tanpa tantangan. Perbedaan konteks dan budaya, serta kompleksitas isu-isu yang diperjuangkan, dapat membuat kerjasama menjadi sulit.

Namun, mereka juga menekankan pentingnya dialog dan saling pengertian untuk membangun jembatan antara komunitas yang berbeda.

Esther dan Taomo menyerukan upaya yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesadaran publik tentang isu-isu seperti Papua dan Palestina, dan untuk membangun jaringan solidaritas yang kuat yang dapat menantang ketidakadilan dan memperjuangkan keadilan bagi semua orang.

Dalam sesi tanya jawab di sebuah diskusi tentang solidaritas transnasional, seorang peserta menanyakan kepada Ibu Esther Haluk, aktivis perempuan Papua, tentang media berita yang bisa dijadikan acuan untuk mendapatkan informasi terpercaya seputar Papua.

“Memang benar, mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya tentang Papua bisa menjadi sebuah tantangan. Namun, ada beberapa media yang bisa menjadi acuan, di antaranya:

Media Human Right Monitor: Media ini fokus pada isu-isu hak asasi manusia di Papua dan menyediakan laporan mendalam tentang berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di wilayah tersebut.

JUBI: Merupakan media Papua yang independen dan kritis terhadap pemerintah. JUBI menyediakan berita dan analisis tentang berbagai isu di Papua, dengan fokus pada perspektif orang Papua.

Suara Papua.com: Merupakan media online yang dikelola oleh jurnalis Papua dan menyajikan berita dan informasi tentang berbagai aspek kehidupan di Papua.

Penulis : Almawaddah Cantika Qalbi

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top