MAKASSAR – Salah satu program dari Makassar International Writer Festival adalah “Faith: Dreams, Discovery, Identity” yang dilaksanakan pada Kamis, 8 Juni 2023 pukul 15.30-17.30 WITA bertitik di Chapel Benteng Fort Rotterdam.
Pembahasan mengenai faith, yang terkoneksi ke dalam seluruh aspek kehidupan: moral, nilai, etika, tingkah laku, dan pandangan hidup dunia dan setelahnya. Tema ini menawarkan berbagai dialog dan praktik yang terintegrasi ke dalam berbagai disiplin ilmu; filsafat, sains, seni, teknologi, politik, atau ragam lainnya, yang membahas konteks budaya, sosial, historis dn masa depan yang lebih luas.
Dalam program ini, tiga orang narasumber telah dihadirkan, yakni Evi Mariani Direktur Eksekutif Project Multatuli, Iksaka Banu yang saat ini berprofesi sebagai penulis dan ketiga Rosmah Tami, seoramg Dosen Bahasa dan Sastra UIN Alauddin Makassar.
Program yang dihadiri oleh lebih dari 40 orang peserta ini, dibuka langsung oleh Theoresia Rumthe sebagai moderator yang diawali dengan menceritakan singkat tentang sosok Lily Yulianti Farid selaku founder MIWF 2023. Seluruh hadirin diajak untuk mengirimkan doa kepada beliau yang telah berpulang, namun meninggalkan jejak yang sangat luar biasa untuk dunia literasi.
Ada empat poin utama yang dibahas dalam program ini, yakni faith, dreams, discovery dan identity. Ketiga pembicara mengutarakan sudut pandangnya masing-masing. Menurut Rosmah Tami bahwa Faith adalah bukanlah sesuatu yang datang secara tiba-tiba, tetapi ia tumbuh dengan ketahanan-ketahanan.
Hal ini selaras dengan ungkapan Iksaka Banu yang mengatakan bahwa Faith itu lahir dari berbagai pengalaman hidup.
“Saya sepakat dengan Ibu Rosmah, bahwa faith itu tidak muncul begitu saja, ia berjalan dan ditemukan melalui pengalaman-pengalaman yang terjadi dalam hidup,” ungkap penulis buku berjudul Rasina itu.
Sementara itu, Evi Mariani mengatakan bahwa berhubungan tentang keyakinan memiliki hubungan dengan perjalanan spiritual.
Selanjutnya membahas persoalan Identitas yang diawali dengan pertanyaan dari Theoresia Rumthe yang berkaitan dengan siapa kita ini sebenarnya.
“Apakah kita ini adalah korban dari penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, atau justru kita adalah pelaku dari penyimpangan-penyimpangan tersebut yang kita sendiri tidak menyadari? Siapa kita ini sebenarnya?” Moderator yang juga dikenal sebagai penulis itu membuka pertanyaan.
Iksaka Banu memberikan jawaban dan sudut pandangnya tentang identitas bahwa kita ini belum punya identitas yang sebenarnya karena alasan tertentu.
“Belum ada. Kita ini ambivalence. Misalnya, kita ini benci orang-orang Eropa karena kita anggap mereka sebagai penjajang, akan tetapi di sisi lain kita juga menyukainya yang berhubungan dengan aktor dan semacamnya,” tegas Iksaka.
Kemudian, Rosmah Tami menerangkan bahwa Identitas itu bersifat cair. Ia menyesuaikan diri dengan kondisi atau waktu yang ada dengan memberikan sebuah analogi.
“Misal saya ke Makassar, saya akan mengaku sebagai orang Sopeng. Ketika saya Yogyakarta, saya akan mengaku sebagai orang Sulawesi. Dan ketika saya ke luar negeri, saya mengatakan bahwa saya orang Indonesia, bukan lagi mengatakan saya oramg Sulawesi dan semacamnya,” imbuhnya.
Lebih lanjut, ketiga narasumber memberikan narasi yang senada bahwa faith, dreams, discovery dan indentity adalah hal yng berkesinambungan.
“Ayo mimpi sama-sama. Dreams itu berarti bahwa tidak boleh mengghilangkan kemampuan imajinasi dalam hidup. Saat ini kita bermimpi untuk melawan hal-hal yang tidak seharusnya, dan itu ada kaitannya dengan faith atau keyakinan dimana kita berani menuliskan pengalaman individu yang tidak pernah terpublish, keadilan untuk orang-orang terkecil. Ini semua harus terus bertumbuh dan terhubung,” tutur Evi Mariani.
Program faith ini dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dengan peserta, dan diakhiri dengan pernyataan Evi Mariani bahwa tulisan yang baik belum tentu bisa mengubah dunia, tetapi tulisan yang buruk sudah tentu membuat dunia menjadi buruk. Adapun seluruh narasumber bersama peserta bersepakat bahwa tulisan mampu merubah dunia.
Nur Septiani A.