And the Stories Still Travel

Inggit Putria Marga

“Masa pandemi menjadi masa bagi saya untuk melatih diri agar dapat lebih fleksibel juga untuk mengompromikan ulang dengan diri sendiri perihal jadwal maupun aturan menulis yang saya buat dan jalani sebelum masa pandemi.”

Inggit membuat jadwal untuk menulis dan rumah adalah media untuknya menemukan keheningan saat menulis. Hal ini membuat dia terikat pada bentuk ini ketika akan menulis, sehingga sulit untuk berbagi ruang itu. Perannya di rumah juga jadi merangkap, sebagai pendamping anak belajar misalnya.

Ia bertanya-tanya apakah ia akan berhenti sampai pandemi berakhir? Pandemi akan selesai, tapi menulis tidak boleh berhenti. Hal-hal ini yang terus dia kenali lagi di dalam dirinya. Inggit memulai kembali, menulis dalam lingkungan yang lebih riuh. Ia mencoba untuk menjadi lebih fleksibel dan lebih banyak berkompromi dengan orang-orang ataupun hal-hal di dalam rumahnya.

Inggit juga membuat batasan-batasan selama proses penulisan, misalnya 2 bait per hari. Ia membuka diri untuk tema-tema yang ingin dia susuri, tidak hanya satu tema. Upayanya untuk tetap membuat target dimulai dari 1 puisi dalam 1 minggu dari kumpulan-kumpulan bait yang telah ia kerjakan. Setiap malam, ia juga mencoba menuliskan kalimat-kalimat positif yang jadi bahan untuk diterjemahkan ke dalam puisi.

Keterikatannya dengan masa lalu, membuat ia merasa tulisannya menjadi dangkal. Ibarat seorang pengendara perahu yang mengganti perahunya menjadi speedboat yang lebih cepat. Kita hanya butuh waktu untuk jalan terus dan mencoba beradaptasi dengan kecepatan dari kendaraan baru tersebut.

Karya yang bagus baginya adalah karya yang mampu memberi perspektif yang baru dan segar.

Dewi Lestari

Tahun 2021 adalah tahun ke-20 Dee menulis dan masa pandemi adalah masa paling aktif sepanjang karirnya sebagai penulis. Salah satu faktor terbesar dari perubahan ini karena ia punya lebih banyak waktu di rumah dan lebih sedikit distraksi. Ia membaca referensi tentang kisah narapidana dan astronot. Jika ditelisik lebih jauh, kondisi kita di tengah pandemi ini serupa dengan mereka. Konklusi yang ia dapatkan, yaitu ciptakanlah sebuah sistem yang kita jalankan setiap hari. Pandemi membantunya menyempurnakan sistem ini. Tahun 2021 ini, ia bisa mencapai 264,000 kata dan ini terpanjang selama dia menjadi penulis. Dee juga membagikan rutinitasnya selama pandemi, seperti olahraga di pagi hari, mandi sebelum bekerja, dan bahkan ikut kursus.

Pencapaian lainnya adalah ia berhasil mengampu 4 kelas kaizen yang dihadiri oleh sekitar 1,200 peserta. Dee juga membagikan cerita tentang buku Rapi Jali yang terbit baru-baru ini. Ia mengungkapkan bahwa Rapi Jali adalah buku serial pertamanya yang akan selesai dalam satu tahun. Buku ini juga terbit dalam dua platform, buku cetak dan buku digital. Pengalaman yang Dee tawarkan dari membaca buku cetak dan digital akan sangat berbeda, terlebih sasaran untuk pembaca dari kedua platform ini juga berbeda.

Jika bicara jangka panjang, tekad dan niat tidak akan cukup. Tekad baik untuk start awal, tetapi rencana menjadi penentu untuk keberlanjutan proses. Sebagai penulis profesional, Dee harus mampu untuk merencanakan target setiap tahunnya. Rutinitas sederhana adalah sebuah sistem yang dapat kita lakukan dalam situasi pandemi ini. Menulis seperti otot, harus kita asah setiap hari. Mulai dari hal-hal sederhana sesuai dengan kemampuan masing-masing pribadi.

Felix K. Nesi

Felix pulang ke kampung halaman sebelum pandemi dan harapannya bisa membuat rumah di pinggir danau. Ia terprovokasi oleh kehebohan masa pandemi, dimana masker semuanya habis, orang-orang kemana-mana menggunakan masker, dan berbicara tentang Covid-19 sepanjang waktu. Ia juga menceritakan tentang keluarga di kampung yang satu per satu datang dan meminta bantuannya untuk membeli beras setelah ditukarkan dengan uang untuk membeli beras. Ia sibuk menjadi pebisnis dibandingkan menulis. Modal untuk membuat rumah kemudian ia gunakan untuk membangun usaha. Akhirnya ada sekitar 16 keluarga yang bergantung pada usaha tersebut. Selain itu, ini adalah usahanya untuk mengajarkan literasi keuangan kepada warga desa.

Keinginannya untuk menulis sangat besar di tengah kesibukannya mengurus usaha. Ia membuka karya-karyanya terlebih dahulu, hingga akhirnya sebuah buku berjudul “Kita Saling Mencinta” yang terbit pada Maret 2021 yang lalu. Ia juga melanjutkan cerita-cerita tentang anaknya yang sempat ia buat beberapa tahun lalu.     

Tonton rekamannya melalui tautan berikut.
                                                                               

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top