Cara Kashiwaba Sachiko dan Faisal Oddang Meramu Sejarah serta Fantasi dalam Karya Mereka

Makassar — Makassar International Writers Festival (MIWF) 2025 menyelenggarakan pre-event yakni diskusi bertajuk “Prosa dan Sejarah: Bagaimana Kashiwaba Sachiko dan Faisal Oddang Berkarya.” Berlangsung di Studio Unhas TV Gedung Science Techno Park, Universitas Hasanuddin, pada Rabu siang  (19/2/2025), rangkaian pre-event ini dihelat melalui kolaborasi dengan Japan Foundation, Rumata’ ArtSpace, Japan Corner serta Unhas TV. Hadir sebagai pembicara dalam diskusi ini adalah Kashiwaba Sachiko dan Faisal Oddang serta pustakawan Katakerja yakni Erika Rachma Aprilia sebagai moderator. Di hadapan peserta yang berjumlah 40 orang, keduanya berbagi pengalaman menulis, proses kreatif, serta alasan di balik pemilihan tema karya mereka.

Kashiwaba Sachiko, penulis fantasi anak asal Jepang, menjelaskan bahwa pada awalnya ia lebih berfokus pada unsur fantasi tanpa memasukkan sejarah dalam karyanya. Tapi, gempa dan tsunami di Prefektur Iwate menginspirasinya untuk mengangkat unsur sejarah bencana dalam cerita anak. Dengan dorongan dari sekitarnya, Sachiko mengemas kisah tersebut dalam narasi fantasi agar lebih relevan dan mudah dipahami oleh pembaca anak-anak.

“Menurut saya, cerita yang menarik bukan tentang sesuatu yang realistis atau realita kehidupan saat ini, melainkan fantasi. Jadi, saya memilih dan menulis tema fantasi dalam karya-karya saya. Oleh karena itu, kebanyakan karya saya bertema fantasi,” ujar penulis buku Temple Alley Summer tersebut di hadapan peserta diskusi.

Sementara itu, penulis kondang Faisal Oddang mengibaratkan pemilihan genre seperti keterampilan pengrajin, di mana genre, sudut pandang, dan gaya narasi dipilih dengan cermat. Bagi pemenang ASEAN Young Writers Award 2014 tersebut, menulis ibarat menyusun puzzle untuk menentukan pendekatan realis, surealis, atau fantasi sesuai gagasan yang ingin disampaikan.

“Kita melihatnya sebagai suatu kerajinan tangan, kemudian berusaha menemukan bentuk yang paling cocok untuk mengartikulasikan gagasan yang ingin kita sampaikan. Nah, dalam kasus karya-karya saya, meskipun satu dua karya tidak realis, ada beberapa karya yang surealis juga, karena saya kebanyakan melihat peristiwa sejarah sebagai titik berangkat dari kisah yang ingin diceritakan. Saya ingin berusaha menghadirkan itu senyata mungkin,” ungkap pria 31 tahun tersebut.

Dalam menulis, Kashiwaba Sachiko mengaku selalu berangkat dari hal-hal menyenangkan agar menarik bagi anak-anak, bahkan saat mengangkat tema bencana. Sebaliknya, Faisal Oddang mengatakan kerap menghadirkan tema gelap dan menyesakkan untuk membangun empati pembaca terhadap tokoh-tokoh lemah yang menghadapi ketidakadilan.

Bagi keduanya, respons pembaca penting sebagai bentuk apresiasi dan refleksi. Pembaca membantu mereka memahami bagaimana karya mereka diterima. Dengan latar budaya dan pendekatan yang berbeda, mereka membuktikan bahwa setiap orang memiliki cerita yang menarik dan layak untuk diceritakan.

 

Penulis : Fadiah Nadhilah Irhad

Foto : Gandhi Bintang Semesta

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top