Collective Care in a Fragile and Fractured World

Makassar – Tiga panelis dari latar belakang pegiat sastra, seni dan aktris bercerita tentang upaya masing-masing merawat kesadaran kolektif perempuan dalam diskusi panel bertajuk “Collective Care in a Fragile and Fractured World” oleh Makassar International Writers Festival (MIWF) 2024 di Gedung E1, Benteng Rotterdam, Kota Makassar, Minggu (26/5/2024).

Mereka yakni Produser teater sekaligus pendiri Mirat Kolektif, Luna Karisma; Pegiat literasi di Komunitas Sastra Dusun Flobamora, Tia Ragat; Aktris Hannah Al Rashid. Diskusi ini dipandu oleh Kartika Solapung, Pegiat seni dan Fasilitator Program Komunitas KAHE.

Dari kacamata Luna sebagai produser teater, industri seni teater Indonesia khususnya Surakrta cenderung didominasi oleh lelaki. Karya-karya yang paling banyak dibahas oleh publik kata Luna bersal dari tangan laki-laki.

“Kita bisa melacak sejarah teater di Surakarta itu sebenarnya terkenal dengan teater yang sutradaranya adalah lelaki,” jelasnya.

Kebutuhan akan ruang aman bagi perempuan mendorong Luna membentuk Mirat Kolektif. Mirat Kolektif dikatakan Luna diciptakan sebagai wadah untuk belajar, berbagi ide dan gagasan, juga menciptakan ruang aman bersama untuk berlatih dan berekplorasi bagi par pekerja seni.

Padangan yang sama disampaikan Tia. Sebagai penulis yang berasal dari Nusa Tenggara Timur, Tia melihat karya-karya penulis perempuan di Indonesia Timur kurang dilirik. Karya-karya yang marak dinikmati dan dibaca kata Tia didominasi oleh tulisa-tulisan lelaki.

Sayangnya kata Tia, tulisan-tulisan dalam buku lelaki yang membahas perempuan, seringkali perempuan diafsirkan melalui perspektif lelaki, bukan perspektif perempuan secara langsung.

Melalui Komunitas Dusun Flobamora, Tia dan kawan-kawan berupaya mendorong agar perempuan-perempuan yang tergabung dalam komunitas untuk menghasilkan karya.

”Kami juga punya penerbit yang memuat dan mengatur semua penulis-penulis yang ada di NTT menerbitkan karya mereka, daripada  akses yang cukup sulit ke Jawa dan lain sebagainya,” jelasnya.

Hal yang sama dirasakan Hannah, bagi industri sebesar perfilman, pelecehan seksual sudah menjadi rahasia umum kata Hannah. Menurutnya, pelecehan seksual di industri ini hampir terjadi di seluru linimasa, mulai dari pemeran, produksi bahkan pemasaran.

 

“Tidak jarang modus yang digunakan adalah pelecehan seksual berkedok membangun chemistry,” kata pemeran Sophie dalam film Warkop DKI Reborn tersebut.

Hannah melihat produser punya peran sentral dalam upaya menciptakan ruang aman dalam industri perfilman. Melalui Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi), Hannah dan kawan-kawan mendorong agar Standar Operasional Prosedur (SOP) pencegahan pelecehan seksual dihadirkan serta difungsikan secara efektif di seluruh linimasa industri tersebut.

Penulis: Saldi Adrian

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top