MAKASSAR – Makassar International Writers Festival (MIWF) 2024 menghadirkan memori dan cerita dari kolaborasi Komunitas KAHE dan Persatuan Waria Kabupaten Sikka (Perwakas) dalam sebuah pameran bertajuk “Family: Won’t Get Lost in Trans-lation”.
Berlangsung pada 23-26 Mei 2024 di Gedung J-1, Rotterdam, Makassar, pameran ini menampilkan arsip bertema ‘keluarga’ dengan mengeksplorasi dan merayakan berbagai bentuk pengalaman narasi personal hingga potret kehidupan keberagaman.
Selama pameran berlangsung, ruangan ini dipenuhi dengan berbagai instalasi visual foto, film dokumenter, dan benda-benda yang mengundang pengunjung untuk merenungkan makna keluarga dalam hidup mereka sendiri.
Disini, pengunjung juga dapat mengikuti “Ngobrol dan Kolase bareng Komunitas KAHE dan Perwakas” serta “Tur Kuratorial”, yang juga membuka ruang bagi dialog dan berbagi cerita antar pengunjung.
Lantas bagaimana pameran “Family: Won’t Get Lost in Trans-lation” berusaha menghubungkan berbagai elemen dari memori keluarga dan komunitas? Simak wawancara khusus oleh MIWF bersama Shidi Visatya dan Yolanda Adam, pada Sabtu (25/5/2024).
Bisa dijelaskan tentang latar belakang kerjasama Perwakas dan Komunitas KAHE?
Jadi, komunitas KAHE pada tahun 2019 mulai bekerja bareng teman-teman Perwakas. Disana, kami menemukan ikatan-ikatan unik dengan beberapa anggota Perwakas yang tinggal di Wuring dan mulai mengeksplorasi serta membicarakan keberagaman di Maumere.
Lalu, bagaimana persiapannya untuk MIWF tahun ini?
Di sini, saya bersama teman-teman dari komunitas KAHE dan Perwakas, kami mengorganisasikan proyek bernama “Cerita-Cerita Keberagaman dari Maumere.” Salah satu outputnya adalah pameran keliling, dan ini adalah pameran yang ketiga.
Jadi awalnya dari proses riset yang kami lakukan, kami mulai mengumpulkan arsip-arsip media massa, personal, dan kolektif dari teman-teman Perwakas. Salah satunya yang paling banyak adalah foto album. Dari situ, kami melihat foto album ini sebagai sumber sejarah yang penting untuk kami tampilkan.
Mengapa “Family: Won’t Get Lost in Trans-lation”?
Sebenarnya, temanya berangkatnya dari persoalan di dalam keluarga. Tentang bagaimana kita mengartikan ulang dan memaknai keluarga itu sendiri. Tapi kemudian kita ingin bermain-main sedikit dengan judul. Jadi, kita mengumpulkan kata kunci, yaitu “Family”.
Kalau ngomongin keluarga, ada yang ngomongin sejahtera, posyandu, bahkan keluarga dari perspektif yang berbasis negara. Tapi keluarga juga berarti sejahtera, kasih, pertalian, dan lain-lain. Banyak kata kunci sebenarnya. Jadi kita ingin menunjukkan bahwa keluarga itu bisa didefinisikan macam-macam.
Sangat banyak cerita dari komunitas yang kami angkat. Jadi, saya ingin cerita-cerita baik teman-teman keberagaman di Kabupaten Sikka juga dipamerkan di sini. Kami mendefinisikan komunitas ini sebagai sebuah keluarga.
Bagaimana proses pengumpulan foto dan benda-benda disini?
Proses pengumpulan ini dimulai sejak Desember 2022 sampai Maret 2023. Dari proses riset pertama tentang isu keberagaman ini, tidak banyak dokumentasi yang bisa diakses. Salah satu yang bisa diakses adalah bertemu orang-orangnya. Kami mulai ngobrol sama mereka, lihat dan tanya apa saja yang bisa dijadikan arsip.
Akhirnya, kita mengumpulkan foto-foto album ini. Kami bernostalgia dengan sejarah teman-teman Perwakas, seperti grup voli Melati Putih tahun 80-an, acara makan-makan, peresmian organisasi, dan lain-lain. Kita semacam bernostalgia dengan sejarah yang melibatkan perasaan, kasih, cinta, dan lain-lain.
Bagaimana cara memetakan foto-foto ini, menjadi “Sejahtera”, “Pertalian”, dan “Kasih”?
Ya, kami memetakannya berkaitan dengan hasil wawancara dengan teman-teman Perwakas selama 25 tahun. Kami mengumpulkan dan memetakan beragm tutur, kebiasaan, foto, sejarah lisan, benda-benda, dan berbagai kisah Perwakas yang kemudian dikawinkan dengan subtema, seperti itu.
Cerita apa yang paling ingin ditonjolkan di pameran kali ini?
Cerita tentang keluarga. Kami ingin mengartikan ulang keluarga, tentang penolakan dan penerimaan, serta merayakan Perwakas sebagai komunitas ‘trans’. Kasih adalah hal yang paling menonjol dan punya ruang yang paling besar di sini. Kami, sebagai komunitas transpuan di Kabupaten Sikka juga bisa berdaya dan setara dengan masyarakat biasa.
Apakah ada kisah personal yang diangkat?
Ada, banyak. Salah satunya adalah, Lis Andriani. Lis menjadi figur seperti ibu bagi kami, dia adalah yang menjadi rumah aman saat kami mengalami penolakan di keluarga masing-masing.
Apakah ada kesulitan selama proses pameran ini?
Secara teknis, mungkin proses mencetak foto di media besar itu harus detail agar tidak pecah. Kami juga mencari cara mempresentasikan kisah komunitas kami tanpa mengundang perhatian yang tidak diinginkan. Kami punya kekhawatiran seperti itu, tapi sejauh ini masih kondusif.
Apa harapan dari Perwakas dan Komunitas KAHE untuk penjung MIWF 2024?
Kami ini berpesan sebagai seorang transpuan, perbedaan itu bukan hal yang aneh. Dengan perbedaan, kita bisa saling melengkapi. Yang pasti, setelah ini kita juga akan terus berlanjut dan develop the sense of our collaboration itu sendiri.
Melalui arsip kolektif dan narasi keberagaman, pameran ini menjadi upaya Komunitas KAHE dan Perwakas untuk menerjemahkan ‘keluarga’ serta merayakan eksplorasi perbedaan identitas dan ekspresi semua orang.
Penulis: Nur Muthmainah