Diskusi Buku Bebaskan Kami Berkontrasepsi: Perempuan dan Otoritas Tubuhnya

Diskusi buku Bebaskan Kami Berkontrasepsi menjadi salah satu kegiatan dalam rangkaian Makassar International Writes Festival (MIWF). Acara ini berlangsung di Gedung I, Benteng Rotterdam, Kamis (23/05/2024).

Kegiatan diskusi kali ini menghadirkan salah satu dari penulis buku tersebut, Sandra Suyadana seorang penulis yang juga berprofesi sebagai dokter fungsional. Buku yang ditulis bersama Miranda Malonka ini membahas tentang persolan kontrasepsi yang banyak terjadi di masyarakat.

Sandra menceritakan awal mula buku “Bebaskan Kami Berkontrasepsi” ini ditulis ketika pertengahan tahun lalu diminta  untuk membuat buku kontrasepsi dari sisi kesehatan masyarakat secara menyeluruh. Selama ini edukasi yang ada hanya tentang edukasi kontrasepsi, seperti jenis-jenis kontrasepsi dan efek sampingnya.

“Selama mendirikan komunitas Dokter Tanpa Stigma sejak 2019 beberapa kali saya mengangkat isu kesetaraan dalam hal berkontrasepsi,” ucap Sandra.

Kesetaraan dalam hal berkontrasepsi memang menjadi salah satu fokus isu di komunitas yang didirikan oleh Sandra, yaitu tentang kesehatan seksual dan reproduksi. Dari situlah Sandra mengajak Tia, sapaan akrab dari Miranda Malonka untuk menulis buku “Bebaskan Kami Berkontrasepsi”.

Sandra mulai mencari tahu masalah-masalah tentang kontrasepsi yang banyak terjadi di masyarakat. Ia menyoroti bahwa persoalan kontrasepsi paling banyak dirasakan oleh perempuan, karena hampir seluruhnya dibebankan kepada perempuan.

Perempuan lulusan Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga itu juga menemukan fenomena kontrasepsi antara di daerah perkotaan dan pedesaan yang ia tulis dalam bukunya. Ia melihat di desa, akses kesehatan yang masih cukup rumit.

Ada keluarga yang anaknya banyak dan jarak usianya  saling berdekatan. Membayangkan perempuan tersebut begitu kesulitan ketika  harus bekerja ke kebun dan  mengurus anak.

“Disitulah pemerintah harus memastikan kontrasepsi tersebar ke seluruh masyarakat lokal,” ujar Sandra.

Tak hanya itu, diskusi buku ini juga membahas tentang bagaimana seseorang memahami otoritas tubuhnya. Dari hasil survei yang dilakukan oleh Sandra tentang persepsi mereka terkait otoritas berkontrasepsi, sebagian besar responden menjawab bingung siapa yang harus mengambil keputusan.

“Padahal saya berharap mereka menjawab subjek (dirinya), tetapi justru mereka tidak masalah ketika keputusan berkontrasepsi itu ada pada suami.”

Persoalan kesehatan produksi yang lain seperti kehamilan, kelahiran dan menyusui itu harus ada kebijakan yang menjamin kemananan perempuan ketika berada di fase tersebut.

“Kontrasepsi bukan cuma membahas orang ingin punya anak berapa tetapi ini tentang merencanakan hidup di masa depan” jelas Sandra.

Lebih lanjut Sandra mengatakan kontrasepsi adalah teknologi yang tentunya selalu saja ada kekurangan di balik kelebihannya. Hal itulah mengapa penjaminan hak kesehatan seksual dan reproduksi tidak bisa setengah-setengah, “selalu ada tingkat kegagalan di kontrasepsi jenis apapun, untuk itulah selalu ada risiko yang harusnya dimitigasi.”

Penulis: Friskila Ningrum Yusuf

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top