Diskusi Buku Karya Zahwa Islami: Cetak Biru Cinta

MAKASSAR – Diskusi buku Cetak Biru Cinta karya penulis Zahwa Islami hadir menjadi salah satu agenda hari ketiga Makassar Internasional Writers Festival (MIWF) di Benteng Fort Rotterdam, Sabtu (25/5/2024) sore.

Cetak Biru Cinta merupakan sebuah buku psikologi dengan bahasa yang mudah dipahami dengan menggunakan sudut pandang orang pertama serta ditambah keunikan berupa alat ukur kelekatan karakteristik para pembaca dalam isi buku tersebut.

Sang penulis bukus, Zahwa Islami, mengatakan bahwa karya ini berasal dari istilah blueprint dalam dunia arsitektur, yang kemudian digabungkan dengan kata cinta. Terlebih tema bukunya tak lepas dari latar belakangnya sebagai lulusan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM).

“Jadi di arsitektur itu kan ada kita buat blueprint, itu kayak denah atau sketsa apa yang akan kita buat di situ, sketsa itu biasanya dicetak dengan kertas biru, nah kertas biru itu mencetak sesuatu di bawahnya, that’s why we call it blueprint,” jelas Zahwa kepada para hadirin yang berada di dalam ruang 1 Gedung K.

Zahwa juga mengungkapkan, bahwa blueprint cinta ini sendiri berasal dari pengalaman serta perasaan apa yang telah dirasakan pembaca dari orang tua ataupun keluarganya.

“Dan kemudian ketika blueprint itu diterjemahkan jadinya ‘cetak biru.’ Nah, cetak biru di sini blueprint cinta, yang mana kita sekarang itu merasakan cinta sudah tercetak dari relasi kita dari keluarga,” terangnya.

Zahwa menambahkan, bahwa blueprint cinta ini hadir berdasarkan hubungan atau relasi para pembaca dimulai dari ibu serta ayahnya, kakek neneknya, hingga bahkan buyut dan seterusnya.

“Relasi keluarga pun mungkin ibu kita mencetak kita siapa, ibu kita pun sudah tercetak dari nenek kakek kita, nenek kakek kita pun sudah tercetak dari nenek buyut dan seterusnya,” kata Zahwa.

Oleh karena itu menurut Zahwa, bahwa blueprint cinta tersebut akan terus tercetak hingga generasi penerus kita, karena hal tersebut berada di kendali para penulis itu sendiri.

“Sehingga, ketika kita tidak memutus satu tali trauma, kita akan seterusnya mencetak tinta biru itu kepada generasi kita selanjutnya, dan itu adalah kendali di tangan kita,” jelas perempuan asal Yogyakarta tersebut.

Selain menjelaskan tentang karyanya, Zahwa juga mengajak para peserta diskusi buku ini untuk bertukar cerita tentang trauma masa kecil dan pesan berupa harapan kepada orang tua, hingga membahas hal yang berkaitan dengan psikologi lainnya.

Penulis : Andi Fatur Rezky Abdillah AR

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top