Makassar – Sebuah diskusi bertajuk “Experiencing A Silent Theatre’: Antara Pemahaman & Pengalaman,” digelar oleh Makassar International Writers Festival (MIWF) pada Sabtu (25/5/2024) dengan dihadiri oleh sutradara, aktor dan penulis silent theater yang berbagi pengalaman dan teknik dalam menciptakan cerita tanpa dialog. Acara ini menarik perhatian banyak peserta yang ingin memahami lebih dalam proses kreatif di balik produksi silent theater.
Diskusi ini menyoroti berbagai aspek kreatif dan teknis dalam memproduksi pertunjukan silent theater, serta tantangan yang dihadapi dalam menyampaikan pesan dan emosi kepada penonton melalui ekspresi dan gerakan.
“Pada awalnya kami khawatir penonton tidak akan paham, tetapi saat dicoba, setiap adegan memberikan pemahaman masing-masing dari pengalamannya sendiri,” tukas Nawfal Zamri, produser Silent Theater itu. “Story dari pertunjukan ini sengaja dibuat related dengan kehidupan sehari-hari.”
Penulis naskah, Mosyuki Borhan, menambahkan bahwa penulisan untuk silent theater sangat berbeda dengan teater biasa. “Visual di teater tanpa suara itu harus dipikirkan secara matang, karena setiap adegan harus dapat mengkomunikasikan cerita tanpa bantuan dialog, yang sering kali menjadi tantangan tersendiri,” kata Mosyuki.
Jasni Fizul, Shahrul Mizad dan Erry James selaku pelakon dalam teater tersebut membagikan pengalaman saat memerankan silent theater itu. Mereka sepakat tantangan terbesarnya adalah bagaimana berkomunikasi dan berekspresi tanpa dialog.
“Yang bergerak hanya mata dan gerakan tubuh. Sama sekali tidak boleh ada unsur bahasa, mau itu komat-kamit atau Cuma menggerakkan bibir,” ungkap Jasni Fizul saat ditanyai. “Ini memang menantang, tapi saya sadar kalau dalam kesunyian itu ada jiwa yang bernyanyi, musik yang bernyanyi,” imbuh Shahrul Mizad.
Lebih lanjut Nawfal Zamri mengungkap menekankan pentingnya musik dan efek suara dalam mendukung narasi. “Musik dan efek suara adalah elemen kunci dalam silent theater. Mereka membantu menciptakan suasana dan memperkuat pesan yang ingin disampaikan,” katanya.
Melalui Silent Theater Erry berharap bisa memberikan banyak makna walaupun pertunjukan itu dalam keheningan. “Sebagai aktor, saya sadar setiap gesture yang ditampilkan membawa representasi pesan yang bervariasi. Saya tak bisa mengontrol bagaimana penonton menafsirkan gerakan tertentu, karena mereka bebas menciptakan cerita sendiri,” jelasnya.
Diskusi ini mendapat sambutan hangat dan diharapkan dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk mengeksplorasi dan mengapresiasi seni silent theater.
“Kadang kita butuh keheningan untuk mengerti. Kami berharap diskusi ini dapat membuka wawasan baru tentang kekayaan seni teater tanpa kata dan menginspirasi para seniman untuk terus berinovasi,” tutup Nawfal Zamri.
Penulis: Nur Qalbi