Mengungkap Trik dan Makna di Balik Tulisan Perjalanan

MAKASSAR – Penulis perjalanan (travel writer) Agustinus Wibowo mengisi workshop catatan perjalanan bertema Perjalanan Menemukan Diri yang menjadi program hari pertama Makassar International Writers Festival (MIWF) 2024, Kamis (23/5/2024) siang. Workshop yang berlangsung di Gedung J Benteng Fort Rotterdam tersebut dipandu oleh Carlin Karmadina ini juga dihadiri oleh Iqbal Aji Daryono.

Agustinus telah menjelajahi berbagai negara dan menghasilkan sejumlah buku dari hasil perjalanannya, seperti Titik Nol, Garis Batas, Selimut Debu, Jalan Panjang untuk Pulang, dan Kita dan Mereka. Baginya, perjalanan dibutuhkan untuk melihat sesuatu yang berada di luar diri melalui perspektif yang berbeda. Salah satu pengalaman yang ia ungkap adalah saat berada di perbatasan Papua Nugini. “Ketika saya melihat kehidupan mereka hanya dari kacamata saya, saya hanya melihat segala sesuatu yang salah dari mereka, tetapi ketika melihat saya, mereka pun melihat bahwa kehidupan saya juga banyak error-nya,” ungkap penulis peranakan Tionghoa tersebut.

Workshop ini mengungkap beberapa alasan menulis catatan perjalanan, yaitu perlunya mengabadikan memori, catatan sejarah, melihat dunia dari perspektif berbeda, mengenali diri sendiri, menyebarkan informasi dan gagasan, serta membawa perubahan.

Sebelum menulis nonfiksi, Agustinus telah menulis kreatif melalui blog sejak tahun 2008. Ia menjelaskan bahwa nonfiksi kreatif seperti catatan perjalanan merupakan gabungan dari fakta dan cerita, yang menggunakan cara fiksi untuk menarasikannya.

Agustinus menekankan catatan perjalanan bukan hasil imajinasi karena kunci dari sebuah tulisan perjalanan adalah tidak boleh melanggar fakta.

Melalui pengalaman menulisnya, Agustinus membeberkan beberapa trik. Sifatnya yang pelupa diatasi dengan menuliskan catatan jurnal perjalanan setiap hari yang mengandung 5w+1h beserta hal berkesan, perasaan, hingga renungannya. Selain itu, tulisan yang menarik memerlukan perpaduan materi dan teknik yang kuat sehingga membutuhkan tujuan, mengalami bukan sekadar melihat, riset, komunikasi, serta keingintahuan yang tinggi.

Selanjutnya, Agustinus memaparkan bahwa tulisan yang baik berasal dari perjalanan yang baik sehingga memerlukan makna yang kuat.

“Dalam cerita perjalanan, kamu perlu menerjemahkan pengalamanmu pada pembaca. Sebelum bermakna untuk orang lain harus bermakna untuk kita. Kontemplasi menghasilkan kata mutiara. Kontemplasi harus memberikan konteks,” imbuhnya.

Agustinus menambahkan bahwa setelah mendapat gambar besar, langkah selanjutnya adalah mencari konflik cerita yang merupakan hasil kontemplasi. Menurutnya, tulisan yang berkualitas membutuhkan perjuangan. Bahkan ketika dirinya mengerjakan buku Titik Nol, memerlukan 26 kali menulisnya dalam 2 tahun.

Iqbal Aji Daryono, pembicara kedua dalam ini menambahkan bahwa salah satu cara terbaik untuk merenung adalah dengan menuliskannya. Selain itu, ketekunan dalam menulis akan membawa kualitas tulisan lebih baik. Catatan perjalanan memberi peluang untuk melihat objek yang sama dalam perspektif yang berbeda.

“Tulisan jurnalisme tidak memberikan ruang untuk menuangkan subjektivitas, tetapi itu sangat terbuka dalam tulisan catatan perjalanan,” tukas penulis asal Jogja tersebut.

Penulis : Andi Tenri Pada

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top