MAKASSAR – Rotterdam, 23 Mei 2024. Membuka dengan pernyataan, “Reformasi adalah sesuatu yang diabaikan ketika membahas reformasi” Mba Ita F. Nadia memulai dengan tegas situasi sekarat Indonesia saat ini. Sebagai pembicara pertama, Mba Ita yang merupakan peneliti dan penulis Sejarah Gerakan Perempuan, dengan terang-terangan menjelaskan secara gamblang fakta reformasi.
“Terorr, tubuh, seksualitas dan reformasi bukan tentang demonstrasi mahasiswa, tapi tentang pemerkosaan dan tumbal perempuan tionghoa. Reformasi adalah kekerasan, dan kekerasan perempuan adalah struktural” Akhir Mba Ita.
Sebagai sebuah ekspektasi, reformasi pada saat kemunculannya merupakan momen untuk menghadirkan perspektif dan praktik tata kelola pemerintahan yang baru, di mana sebuah tirani telah dilengserkan, dan tirai babak baru negara berhasil disingkap. Namun bagi ketiga materi pada diskusi “Reformasi & Perkara Lain yang Belum Tuntas” menilai, reformasi bahkan hampir tidak pernah dimulai.
Mba Esther menyebutkan, “Di Papua dari tahun 1963 sampai sekarang, reformasi belum selesai. Pembatasan kebebasan berekspektasi, reformasi, dan hal-hal yang belum tuntas; di Papua, tidak ada yang berubah. Berita hoax lebih masif, pendekatan terhadap perempuan tetap sama, tidak ada perwujudan cita-cita reformasi.”
Diskusi dengan 3 materi ini mengungkap dengan jelas situasi krisis pemerintahan Indonesia saat ini. Praktik kekerasan masih aktif dilakukan secara sadar. Militerisme dan patriarki masih mewarnai kehidupan perempuan.
Sebagai penutup, diskusi ini diharapkan hadir tidak hanya sebagai bual-bualan semata, namun sebagai kampanye bahwa perjuangan masih akan terus berjalan. Mengingat ucapan Mba Ita bahwa, hal-hal besar seringnya hadir dari sesuatu yang kecil.
Penulis: Mutmainnah Ramlan