MAKASSAR – Penerbit buku sebagai lini penting dalam rantai distribusi pengetahuan memang tidak mudah didirikan dan dijalankan. Banyak tantangan dan hambatan yang harus dilalui penerbit agar tetap dapat bertahan.
Persoalan inilah yang menjadi bahasan dalam Forum Penerbit : Terbit Dari Luar Jawa yang diselenggarakan saat gelaran hari ketiga Makassar International Writers Festival (MIWF) di Fort Rotterdam, Sabtu (25/5/2024) siang.
Menurut Fariq Alfaruqi, salah satu pembicara dari Teroka Press, setidaknya ada dua persoalan utama yang dihadapi penerbit saat ini. Salah satunya soal produksi.
“Ini sebenarnya di luar dunia sastra. Itu agak di luar kapasitas kita sebagai pelaku sastra yaitu soal industri kertas. Itu fakta material yg tidak dapat kita sanggah,” kata Fariq.
Kebanyakan penerbit saat ini paling banyak berdiri dan beroperasi di Jawa. Ini disebabkan karena daya jangkau terhadap bahan baku, mitra percetakan, dan SDM masih kerap berpusat di wilayah ini.
Kondisi ini kata dia mengharuskan penerbit harus bersiasat dengan kondisi yang ada. “Jadi kita tetap cetak di Yogyakarya dan Jakarta,” ungkap Faruq.
Masalah lainnya berkaitan dengan distribusi. Fariq mengatakan biaya kirim menjadi persoalan lain yang menghambat distibusi buku-buku kepada pembaca. Ia mencontohkan biaya ongkir ke Kota lain dari Kota di luar Jawa itu akan lebih mahal dibandingkan dari Kota yang ada di Jawa seperti Jakarta dan Jogja.
“Tadi produksi, sekarang ongkos kirim. Kalau mengirim dari Padang (ke kota lain) itu lebih mahal. Tapi kalau kirim dari Jakarta itu lebih murah,” ujarnya.
Akhirnya, beberapa penerbit kata dia terpaksa harus menyulap kontrakan atau kosan di beberapa kota di Jawa menjadi gudang.
“Itu mempermudah juga distribusinya kami. Karena kalau sudah masuk Padang itu sudah sudah ke luar. Pasti beredarnya di sekitar situ saja,” tambahnya.
Ada berbagai faktor yang diyakini penerbit dapat mempengaruhi distribusi buku. Salah satunya disebut Kiky Sulistio dari Komunitas Akar Pohon adalah kualitas tulisan.
“Rujukannya adalah bukan soal tersebar luas. Tapi soal kualitas. Apakah buku ini oke atau tidak. Kalau bukunya tidak diketahui orang, kita bisa atasi dengan melaksanakan event seperti dengan melakukan tur buku,” tuturnya.
Ini disebut Kiky seringkali berhasil. “Terbukti. Ketika kami melakukan tur buku itu (penjualan) bisa meningkat.”
Hal lain kata Yato dari penerbit Bacapetra, Ruteng, adalah modal sosial. Menurutnya, itu jadi modal pertama bagi penerbit. Buku yang menarik dan sering jadi bahasan dalam diskusi juga bisa memantik teman-teman untuk membaca.
Pembicara lain, Juli Sastrawan sepakat dengan Yato. Menurutnya relasi dan pertemanan dengan beberapa toko buku adalah kunci bagaimana penerbit-penerbit dapat bertahan.
“Kami sangat terbantu dengan teman-teman daerah yang punya toko buku dan sering mengadakan agenda diskusi. Dari diskusi itu banyak yang tertarik dengan buku hingga akhirnya beberapa beli cukup banyak,” ujar pengelola salah satu penerbitan independen di Bali yakni Partikular.
Ia juga menyinggung soal kualitas tulisan. Jika isinya berkualitas, Juli melihat akan ada banyak pembaca yang akan merekomendasikan buku tersebut. Pengaruhnya kian meningkat jika promosi dilakukan oleh akun bookstagram.
“Bookstagram juga kadang membantu. Misal dia buat soal 10 buku yang layak dibaca. Itu biasanya cukup mendongkrak. Tapi kita tidak pernah mengeluarkan budget untuk itu tapi memang orang lihat dari kualitas tulisannya. Itu yang memantik penyerapan bukunya (lebih meluas),” jelas Julu
Siasat lain yang bisa dilakukan penerbit, menurut Harnita Rahman dari Kedai Buku Jenny (Makassar), adalah dengan menerapkan sistem pre-order atau pemesanan di muka. Ini untuk melihat pasar pembeli.
“Semua produksi buku itu kami batasi percetakannya. Jadi tidak ada stok buku. Ada buku yang kami komersilkan dan ada yang kami bagikan. Untuk buku komersil ini salah satu strateginya dengan sistem pre-order. Kita lihat pasar dulu ini kemungkinan lakunya berapa,” kata Nita.
Menurutnya, yang paling penting dari penerbit independen adalah bagaimana gagasan yang disampaikan dalam tulisan bisa dinikmati dan tersebar luas.
Penulis : Jushuatul Amriadi