Lingkaran Donat : Urun Rembuk Merawat di Taman Baca

MAKASSAR – “Donat…donat…,” kata itu menggema dari pelantang suara area Taman Baca, tepat di belakang gedung Chapel, Benteng Fort Rotterdam, Kamis (23/5/2023) pagi itu atau hari pertama penyelenggaraan Makassar International Writers Festival (MIWF) 2024. Bukan maksud jualan donat tentu saja, tapi menjadi penanda sang pemandu dari komunitas Antropos mengarahkan orang-orang di sekitar venue membentuk lingkaran, menguruk berbagai jejaring komunitas untuk merembukkan perihal merawat.

Perihal merawat – atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai mothering – adalah konsep yang asing bagi penulis. Penulis tidak punya gagasan soal merawat. Sering kali gagal fokus bahwa merawat seperti definisi hubungan antara ibu dan anak, atau keluarga, atau pasangan. Lalu, donat-donat itu mengajarkan saya suatu.

Di lingkaran donat, kami berkumpul sambil menyanyikan lagu “Naik-Naik ke Puncak Gunung.” Sambil bernyanyi, pemandu acara memberikan instruksi bahwa saat nyanyian berhenti, kami harus bergabung dengan dua atau tiga teman baru. Dari teman-teman baru tersebut, kami harus mengumpulkan dan menghafal informasi tentang mereka, seperti nama, asal daerah, komunitas, hingga makanan favorit.

Terik matahari tidak kalah semangatnya dengan kami, dari dua hingga tiga teman, lalu lima teman baru, saya halalkan satu-satu identitas mereka. Ada mahasiswa baru yang iseng ikut relawan pameran, ada NGO yang fokus ke persoalan transisi energi, deforestasi, hingga pertambangan, ada para anggota bookclub, bahkan mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Hasanuddin yang datang ke MIWF karena tugas mata kuliah Globalisasi.

Empat orang yang saya temui berasal dari latar belakang yang berbeda. Kami kemudian berkumpul di samping tank peninggalan Belanda di Benteng Fort Rotterdam, berada tak jauh di area Taman Baca.

Kami berembuk tentang hal-hal yang kami rawat, baik secara komunitas maupun personal, tentang apa arti merawat itu sendiri. Saya menerima begitu banyak perspektif baru dari pengalaman keempat teman baru saya.

“Melawan juga merupakan cara untuk merawat,” kata salah satu teman baru yang menceritakan perjuangan warga di Bara-Barayya dalam memperoleh keadilan. Yang dimaksud tentu saja kasus sengketa lahan warga Bara-Barayya melawan pihak yang mengklaim tanah warga sebagai tanah okupasi asrama insititusi militer dan sudah bergulir sejak tahun 2016 lalu.

Pengalaman ini membuka mata saya bahwa merawat tidak hanya tentang hubungan pribadi, tetapi juga tentang perlawanan dan perjuangan kolektif demi keadilan dan kesejahteraan bersama.

Penulis : Kartika Nurlan Gene

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top